Buy-ology : kenali kenapa seseorang membeli sesuatu

 Ada satu buku keren "Buyology" yang membongkar rahasia ilmu mengapa kita membeli. Otak kita lebih dikendalikan oleh emosi dan keinginan bawah sadar ketika membeli sesuatu dibandingkan dengan logika. 



Apa yang bisa dipelajari dari "Buyology" karya Martin Lindstrom:


1. We're not as rational as we think: Kita nggak se-rasional yang kita kira, kenali bagaimana emosi dan bawah sadar ternyata lebih perpengaruh terhadap keputusan pembelian kita daripada logika. Pelajari teknik "hack" otak dan mampu memicu proses pembelian misalkan dengan teknik FOMO, menggunakan influencer, story telling dan branding.


2. Neuromarketing matters: Riset pasar sering tidak sesuai. Kenali teknik neuromarketing, yang menggunakan teknologi penanda otak untuk memahami motif pembelian seseorang sehingga menemukan strategi pemasaran yang lebih efektif. Beberapa teknik yang bisa dipelajari adalah dengan mengenali gerakan mata, mengenali emosi prospek, hingga mengenali hormon dan respon yang dihasilkan.


3. Mirror neurons make us copycats: Manusia punya kecenderungan meniru perilaku orang lain, terutama yang kita kenal / sering kita lihat. Pola ini akhirnya menghasilkan strategy promosi menggunakan artis dan influencer sebagai social mirroring effect.


4. Scarcity drives desire: Keterbatasan membuat produk terlihat lebih bernilai, dan meningkatkan keinginan pembeli untuk memiliki. Teknik jumlah terbatas, waktu terbatas, dan model countdown dapat memicu rasa takut ketinggalan dan kehilangan.


5. Fear sells: Menjual ketakutan, seperti membuat orang cemas tentang keamanan diri, kesehatan, kehilangan sesuatu, status sosial dapat memotivasi orang untuk membeli "produk solusi". 


6. Subliminal messages might work: Menggunakan teknik yang bisa "menghipnotis" para audiece sehingga dapat memiliki kebiasaan dan perilaku yang unik melalui semua indera seperti pesan, tagline, copywriting, dengan visual, musik, dengan aroma, bahkan dengan kinestetik seperti suhu ruangan. Misalkan ketika orang nonton bioskop ingin makan popcorn dipengaruhi iklan, bau popcorn, suara jagung pop, suara orang makan, dll.


7. Brands are like religions: Merek yang kuat bisa menciptakan komunitas dan keterikatan mirip seperti agama. Bisnis dapat menggunakan narasi, ritual, dan simbol-simbol untuk memupuk loyalitas merek dan hubungan emosional.


8. Sex doesn't always sell: Daya tarik seksual sering di gunakan misal di produk rokok. Teknik ini dapat berbalik memicu ketidaknyamanan kelompok atau sebagian demografi lainnya. Coba ganti dan fokus saja pada koneksi yang otentik dan respon emosional positif.


9. We want dopamine hits: Produk dan pengalaman targetnya mampu memicu pelepasan dopamin, yaitu "hormon hadiah" di otak kita, dan bersifat adiktif. Suatu bisnis mendesain produk dan layanan untuk membuat pembelinya datang kembali. 


10. Be your own Buyologist: Pelajarilah berbagai teknik pemasaran sehingga memberikan sudut pandang baru. Selalu bersikap sadar terhadap pemicu emosional diri sendiri, kritis terhadap janji marketing, dan teliti sebelum membuat keputusan pembelian.


Simple man, High Attitude