Sunk cost fallacy

Pernah denger istilah itu?

Jujur, saya sendiri cukup asing. Walau konsep Sunk cost fallacy ini sebenarnya merupakan bias kognitif dalam behavioral economic.

walah apa lagi itu?


Dalam ilmu psikologi, bias kognitif merupakan kesalahan dalam proses berpikir yang dapat mempengaruhi cara seseorang membuat keputusan atau menilai suatu situasi, baik secara sadar maupun tidak sadar.

Contoh dalam kehidupan sehari-hari. Kita tahu ada produk tas. Ada tas yang harganya 50rb. Ada tas yang harganya 50 juta, bahkan 500 juta.

Jika kita memang memerlukan fungsi suatu tas, untuk membantu kita membawa barang, tentu kita bisa lebih berpikiran jernih. Tapi ketika kita melihat fungsi "emosional" seperti gengsi, pamer, ego, perasaan hebat, mampu, maka bisa jadi kita tidak lagi menggunakan logika.

.

Back to topic ....

Sunk cost fallacy adalah kesalahan saat kita membuat keputusan karena kita sudah mengeluarkan uang atau waktu untuk suatu hal, kita tetap mempertahankan, walau sebenarnya sudah tak lagi relevan dengan tujuan kita.

Contoh yang sering di pakai :

Kamu sudah beli tiket nonton bioskop. Lalu film-nya jelek. Kamu menggerutu, tapi tidak mau keluar dan berhenti nonton. Kamu tetap menonton sampai selesai karena kamu tidak mau rugi sudah beli tiket film itu.

Kamu sudah membeli tiket untuk pergi ke taman bermain tapi saat kamu sampai di sana, kamu menyadari kalau kamu lebih suka main di rumah saja. Kamu tetap memaksa dirimu ada di tempat itu karena merasa sudah membeli tiket. Padahal bisa saja kamu pulang, lalu memanfaatkan waktumu untuk bermain atau melakukan kegiatan lain. 

Bisa jadi contoh lain juga seperti pengalaman ketika pacaran, ketika belajar di jurusan yang tidak kamu sukai di kampus, membuka bisnis yang rugi terus, atau membeli buku mahal yang ternyata isinya tidak mengasikkan, atau bisa saja di investasi.

.

Konsep sunk cost fallacy ternyata sudah dipelajari tahun 1715 oleh John Rae, yang menyebutnya sebagai "economy of waste". Lalu tahun 1969, Richard Thaler dan Daniel Kahneman menulis sebuah artikel yang menunjukkan bahwa individu cenderung terpengaruh oleh biaya yang sudah dikeluarkan dalam pengambilan keputusan.

.

Kejadian-kejadian diatas itu, bisa mengakibatkan seseorang sulit untuk "Move On" karena merasa sudah mengeluarkan biaya, tenaga, pikiran, untuk sebuah keputusan, meskipun keputusan itu sudah terbukti tidak bagus atau kurang optimal.

Bahkan ada yang lebih ekstrem, tidak saja bertahan dengan keputusannya, dia malah meningkatkan lagi komitmennya dengan berharap terhindar dari kerugian tanpa didasari ilmu atau strategi. Jadi lebih bersifat reaktif atau emosional saja.

Di sisi lain sunk cost fallacy bisa jadi efek dari gengsi atau keengganan untuk mengakui kesalahan dalam pengambilan keputusan.

.

Nah, agar tulisan ini bermanfaat, yuk kita pelajari apa strategy untuk menghindari Sunk cost fallacy :

1. Memisahkan biaya yang sudah dikeluarkan dan menjadikan Rp.0 

Maksudnya adalah melupakan segala biaya yang sudah dikeluarkan. Lupakan semua investasi uang, waktu, energi yang sudah kita tetapkan gagal. Kalau bahasa kekiniannya mampu "melepaskan" atau meng-ikhlaskan. 

Misal kita sudah beli tiket nonton 50rb. ketika setengah jalan film-nya jelek. Ya udah lupakan saja 50rb itu, kamu keluar dari studio, dan nonton film lain misalnya.

Anggap aja kamu nonton film itu gratis misalnya. Film-nya jelek. Kamu pilih tetap nonton, atau keluar?


2. Paham Konsep Opportunity Cost

Opportunity cost adalah biaya yang hilang karena kita mengabaikan kesempatan lain untuk mencapai apa yang kita inginkan.

Maksudnya?

Misalkan kita terjebak macet 2 jam ketika berangkat kerja dan 2 jam ketika pulang kerja. Kita merasa baik-baik saja, padahal kalau kejadian itu terjadi setiap hari, itu artinya kita kehilangan waktu 4 jam sia-sia di jalanan. Padahal waktu itu bisa kita gunakan untuk hal-hal produktif.


3. Evaluasi Objective dan Belajar Mengakui Kesalahan 

Saat ini, saya sendiri mencoba belajar juga tentang bagaimana membuat alokasi uang, waktu, dan tenaga, terhadap target yang diinginkan.

Misalkan :

- Saya akan mengalokasikan budget 1 jt / bulan untuk iklan di tiktok selama 3 bulan. Jika nanti dalam 3 bulan tidak berhasil mendapatkan profit untuk membiayai iklan, maka saya akan mencari cara promosi lainnya

Disini kita perlu menetapkan dengan jelas apa yang menjadi KPI, dan bisa dievaluasi.

Dan tentu, jika akhirnya tidak berhasil, saya akan mulai lagi, dan menetapkan kembali tujuan, cara, dan apa yang bisa diukur sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.


Konsep Sunk cost fallacy ini saya dapatkan dari buku Psychology Of Money. Silahkan baca disana untuk mendapatkan gambaran lebih lengkapnya.

Jika kamu mau mulai menetapkan goal. Cek disini.

. .
Simple man, High Attitude